Oh.., aku hanya dapat menunduk, melihat kakinya yang bergerak ke sana ke mari di ruangan sempit itu. Bokep ojol Atau kesialan, karena ia masih mengangkat tabloid menutupi wajah? Benarkan kesempatan itu lewat. Mbak Wien sudah turun. Junior berdenyut-denyut. Aku masih di atas angkot. Lihatlah ia tadi begitu teliti membenahi semua perlatannya. Ia menurunkan sedikit tali kolor sehingga pinggulku tersentuh. Tunggu apa lagi. Aku tidak dapat lagi memandanginya.Kantorku sudah terlewat. Bahannya tipis, tapi baunya harum. Ah apa saja. Kring..!“Mbak Wien, telepon.” kataku.Ia berjalan menuju ruang telepon di sebelah. Aku mengurungkan niatku. Tapi eh.., seorang penumpang pakai kaos oblong, mati aku. Agar kejadian kemarin terulang. Betul-betul keras. Suara itu lagi. Tetapi tidak lama, suara pletak-pletok terdengar semakin nyaring. Jangan di sini..!” katanya.Kini ia tidak malu-malu lagi menyelinapkan jemarinya ke dalam celana dalamku. Si Junior sudah mengeras. Aku tidak berani menatap wajahnya. Eh.., kesempatan, kesempatan, kesempatan. Eh bisa juga wanita setengah baya ini ramah kepadaku.Lalu ia membersihkan pahaku sebelah kiri, ke
