“Tampangnya sih oke tapi pria seperti itu hanya mau menangnya sendiri seperti bekas suamiku yg pertama”, sambungnya. “Memangnya kamu sudah kenal, Zainal?”, tanyanya. Bokep jilbab Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 5.42 pagi. “Buat apa dipikir sekarang, kan masih besok?”, tanyanya lagi. Pasti yg tertarik adalah golongan hantu-hantu, hehehe..”, gurauku merubah raut muka sedihnya menjadi kemarahan. Duduk tepat didepan tangan Indah sudah mulai merapat dengan tubuhku. Berusaha menyembunyikan pikiranku kujawab seadanya,
“Ah nggak melamun kok, cuma membayangkan rasanya dicubit hantu seperti yg Mbak tadi bilang”. “Ke kafetaria yuk”, ajakku dengan tak menghiraukan gurauannya. Konsentrasi tinggi serta posisi duduk dan letak meja didalam penginapan yg sebenarnya tdk ideal untuk dipakai kerja membuat leherku terasa pegal. “Ya ampun Zainal, kamu baru bangun!”, teriak Indah. Tak lama kemudian pesanan kami datang. “Ya ampun Zainal, kamu baru bangun!”, teriak Indah. Beberapa data yg masih kurang demi kelengkapan data kucatat dalam jurnal kerjaku.
