Entah karena kopinya memang enak, atau memang suasananya lagi mendukung, aku merasakan kopi yang dibuat Warni kali ini nikmat sekali.Aku melirik jam di tangan sudah menunjukkan pukul 9 malam. Aku paham, Diah belum terlalu siap menerima rangsangan di kemaluannya, makanya dia masih merasakan kegelian. Bokef “Emangnya Diah pengen HP yang kayak apa, “tanyaku menegur Diah yang sedang asyik. Tidak lama kemudian terhidang teh manis panas dengan singkong rebus dan kacang rebus. Mulanya tidak ada reaksi, tetapi lama-lama Warni mulai mendesis. Kemauannya kuturuti saja, sambil mengatur posisi pangkuannya agar tidak terlalu menjepit senjataku yang mulai terkokang. Aku ingin menikmati sensasi lain disana. Aku sekalian memesankan agar jangan lupa membeli kopi.Kardi berlalu dan Warni menemaniku di depan. Simpul sarungnya kulepas dan terlihatlah bongkahan tetek besar mengantung di dadanya. Sarungku dipelorotkan sehingga tinggal celana dalam.Pijatan sudah meliputi kedua kaki lalu aku diminta berbalik.




















